Saturday, October 18, 2008

BELAJAR JADI JURNALIS

TERIMA AMPLOP?!

Beberapa hari terakhir saya dikejutkan dengan datangnya beberapa teman reporter junior yang menyerahkan amplop. Ya, amplop berisi uang. Para jurnalis muda itu terpaksa menerima amplop saat melakukan liputan. Mereka merasa rikuh menolak pemberian dari narasumber yang begitu baik pada mereka. Huh… itu jadi masalah. Karena mereka melapor ke saya, maka saya yang akan ketiban pulung dan harus ikut bertanggungjawab.

Untuk pekerjaan lain mungkin amplop tidak lebih penting dari map atau kantong kertas, tapi bagi seorang jurnalis, amplop menjadi simbol dari sesuatu yang harus dihindari.
Maksudnya memang bukan amplopnya tapi isinya.

Menerima amplop memang sangat personal. Hanya 50 persen jurnalis penerima amplop bisa dibuktikan (kalau ketahuan sih sudah pasti). Sekali lagi keputusan menerima atau menolak amplop memang sangat personal, sangat tergantung pada moral dan kondisi sang jurnalis. Saya termasuk aliran yang berusaha menghindari Amplop..
Amplop sebaiknya ditolak oleh jurnalis serius yang benar-benar ingin menjadi pewarta sejati. Alasannya menurut saya adalah dibawah ini:

1. Menghilangkan ciri seorang jurnalis.
Terima amplop berarti menghilangkan independency sang jurnalis. Bagaimanapun, pasti akan ada perasaan tidak enak atau sungkan untuk menghajar satu narsum, kalau kita menerima uang darinya. Uang juga bisa membuat jurnalis kehilangan sikap ketidak perpihakan yang seharusnya selalu dimiliki seorang jurnalis. Apalagi kalau menerima secara rutin, dan karenanya secara tidak sadar mulai mengharapkan sang amplop itu.

2. Menerima amplop berarti menghargai diri anda.
Saya tidak salah tulis, … yang saya maksud memang benar seperti yang tertulis di atas. Maksud saya adalah; begitu anda menerima amplop dari seorang sumber atau pihak yang diliput, sama saja anda memberi harga pada diri dan profesionalitas anda. Kalau hari ini anda menerima amplop yang isinya 500 ribu, maka besok sang pemberi sudah melabeli anda dengan harga. “Oh… kalau jurnalis anu dari TV itu cukup kasih 500 ribu sudah aman. Kalau si fulan dari TV ini harus 1 juta baru terima.” Itu harga anda. Murah? Bayangkan kalau anda mengambil amplop yang isinya hanya 50 ribu. Sedih kan?
Jurnalis harusnya priceless, dan apapun bendanya begitu ada harganya maka pasti bisa dibeli. Jangan mau jadi jurnalis yang bisa dibeli.

3. Menerima amplop sama saja korupsi.
Dengan menerima amplop sama saja memasyarakatkan budaya suap dan korupsi. Selain munafik (karena wartawan seharusnya punya fungsi untuk mengawasi proses pemerintahan - fungsi anjing penjaga), menerima uang juga memudahkan wartawan untuk diancam oleh pemberi uang.

Kalau bagi jurnalisme menerima amplop berarti begitu buruk, kenapa selalu saja ada jurnalis yang mengambil amplop (berisi uang) yang disodorkan? Menurut pengetahuan saya ada beberapa hal yang sering dijadikan alasan, misalnya:


Ø Nggak enak pada teman-teman dari TV lain.
Ø Takut dimusuhin kalau nggak nerima.
Ø Nggak enak pada narasumber
Ø Terlalu ribet dan sibuk untuk menolak saat itu
Ø bingung cara menolaknya.
Ø diambil oleh teman liputan.


Ini adalah sebagian alasan yang sering terdengar. Saya sendiri mengharapkan jurnalis, terutama yang baru, mau disiplin dengan menolak segala macam bentuk pemberian atau suap atau hadiah. Sekali menerima maka akan memudahkan tindakan menerima selanjutnya. itu akan merusak perkembangan selanjutnya dari sang jurnalis muda. Sebenarnya kalau memang mau fair, jika sudah memilih profesi sebagai jurnalis seharusnya juga menerima resikonya. Jangan Cuma mau status dan gajinya saja…
Jadi bagaimana caranya menolak amplop, atau menyelesaikannya tanpa masalah kalau terlanjur diterima? Dibawah ini saya list beberapa ide yang mungkin bisa berguna.

Menghindar.
Pemberian amplop biasanya bisa diprediksi. Selalu ada orang-orang yang bertugas mendata dan membagikan amplop itu (biasanya humas atau coordinator dari jurnalis senior). Mengetahui siapa mereka tidak susah kok kalau mau mengamati. Cara terbaik adalah menghindar dari mereka. Usahakan menolak kalau diajak pergi ke tempat sepi (biasanya menjelang acara yang diliput berakhir). Kalau mereka nggak bisa menemukan kita, kita nggak perlu menolak amplop yang mereka siapkan.

Tolak dengan halus
Jelaskan baik-baik pada narasumber bahwa jurnalis tidak boleh menerima uang (kecuali dari kantornya ya). Jelaskan juga bahwa kita menolak uang juga demi kehormatan bersama. Kita akan lebih menghormati narasumber dan berharap dia juga lebih menghormati kita. Katakan saja bahwa jurnalis lebih senang kalau dibantu dalam pekerjaan berupa perijinan atau fasilitas, daripada diberi uang. Lakukan penolakan secara personal agar tidak mempermalukan sang narsum juga.

Tolak dengan keras
Cara ini baru diambil kalau narsum (atau ada teman-teman dari media lain) cenderung memaksa. Katakan pada mereka bahwa menawarkan uang berarti menghina profesi seorang jurnalis. Kalau mereka menawarkan uang, berarti mereka tidak menghargai kita. Kembalikan langsung di tempat, kalau dilakukan dengan sopan tapi cukup keras, mungkin malah menimbulkan respect dan bukan kemarahan.

Terima dan serahkan ke kantor.
Kadang-kadang kita kekurangan waktu atau terlalu repot untuk menolak. Sering juga Amplop diselipkan ke lembaran informasi yang kita terima dan lupa di cek. Kalau itu terjadi, keputusan yang paling aman adalah membawa amplop itu pulang dan menyerahkannya kepada pihak kantor untuk dikembalikan atau di selesaikan sesuai peraturan yang berarti.

Terima dan bawa pulang
Kalau memutuskan untuk membawa pulang uang itu, ingat bahwa keputusan itu diambil secara pribadi. Resikonya harus juga ditanggung sendiri. Jangan memamerkan, memberitahu atau membagi pada rekan kerja karena kalau diusut, bahkan menerima tanpa tahu bahwa itu adalah uang hasil amplop, tetap beresiko besar menerima hukuman standar; dipecat! Kalau berani bertindak, beranilah bertanggungjawab.

saran saya tetap saja; kalau berani atau mau mengambil amplop dari narsum, mendingan berhenti sekalian dari jalur jurnalisme. Memang tetap saja keputusan mengambil atau menolak tergantung pada pribadi masing-masing jurnalis. kalau saya menolak amplop, seorang rekan saya yang juga jurnalis, menyarankan untuk mengambil saja amplop itu, tapi dengan syarat jumlahnya minimal 5 miliar rupiah....

No comments: