Tuesday, September 17, 2013

Prinsip Liputan Seorang JurnalisTV



Ada sejumlah prinsip dalam meliput suatu peristiwa bagi seorang jurnalis, tulisan ini saya sadur dari sebuah daftar yang dibuat Satrio Arismunandar dalam salah satu tulisannya. Tentunya saya tambahkan penjelasan yang merupakan interpretasi individual saya terhadap tulisan tersebut. Silahkan membaca

1) Jangan menambah-nambahi sesuatu yang tidak ada; jangan seperti kebiasaan beberapa pekerja infotainment. Karena melihat artis A berjalan bersama artis B, tanpa verifikasi mereka menyebarkan issu bahwa artis A dan B berpacaran. Lucunya Issu yang berasal dari mereka langsung diangkat ke layar, seolah olah issu itu sudah berkembang di masyarakat. 

2) Jangan mengecoh audiens; Sebisa mungkin jangan sampai memilih informasi dan data yang besar, dan menyembunyikan yang lain, dengan tujuan untuk menggiring pemirsa atau membohonginya. Mengatur fakta-fakta dan data dengan tujuan membangun image (atau sebaliknya) bukan pekerjaan seorang jurnalis. Serahkan kepada praktisi iklan dan Public Relation.

3) Bersikaplah transparan sedapat mungkin tentang motif dan metode Anda; jurnalis sebaiknya jujur dalam melakukan liputan, baik dalam motif maupun metode yang dilakukan. No Malice layak disebutkan disini. Seorang jurnalis melakukan liputan untuk mencari kebenaran, bukan untuk menjatuhkan orang lain. Saat melakukan wawancara sebisa mungkin jelaskan maksud interview tersebut. Banyak Jurnalis yang mencari mudah dengan berpura-pura menjadi warga biasa, dan kemudian obrolannya dengan sang narasumber dibuat seolah-olah menjadi wawancara resmi. Itu termasuk tidak jujur -walau mungkin bukan berbohong sepenuhnya. 
Untuk Jurnalis televisi, kewajiban membawa kamera dan mengambil gambar memang mengurangi kecenderungan itu, tapi tetap saja ada. candid camera dan menerobos daerah privacy orang lain hanya boleh dilakukan saat keamanan warga masyarakat mengalami ancaman, bukan dimanfaatkan karena sulit meminta izin peliputan. Begitu juga membohongi narasumber untuk sekedar mendapat soundbite yang keras, itu tidak diizinkan...

4) Lebih mengandalkan pada liputan orisinal yang dilakukan sendiri; Saat seorang jurnalis melakukan peliputan, seharusnya dia mengandalkan data dan fakta yang dikumpulkan atau di konfirmasi sendiri olehnya. Jurnalis TV mengalami godaan yang sangat besar terkait dengan hal ini. banyak jurnalis TV yang menulis hingga berbusa-busa, padahal tak punya gambar. Jika ditanya mereka hanya menuliskan satu kata di kolom gambar mereka: footage!
Footage adalah gambar yang sudah diambil sebelumnya, biasanya memang disimpan untuk kondisi darurat. Memang boleh dipakai, tapi itu membuat karya jurnalistik itu tidak sempurna.
Seorang jurnalis TV seharusnya membuat paket lengkap, lengkap wawancaranya, lengkap gambarnya dan lengkap pula ceritanya. Usahakan mengambil wawancara dan gambar sendiri, kontrol waktu liputan anda agar selalu sempat melengkapi gambar dan wawancara tersebut. Jangan mencari gampangnya; menitipkan soundbite pada rekan lain, meminta diambilkan gambar oleh jurnalis lain, atau langsung menelpon kantor minta dicarikan footage gambar.  Selesaikan sendiri karya anda!
Godaan yang tak kalah kuat adalah membuat paket berita berdasarkan karya orang lain di Youtube! atau situs internet lain.

5) Bersikap rendah hati, tidak menganggap diri paling tahu:  ehm.... riset-lalu verifikasi ulang data yang diperoleh. Nggak usah ragu buka buku, buka internet dan tanya ahlinya. Jurnalis bukan orang yang paling tahu kok. cek tulisan saya di http://edukasi.kompasiana.com/2013/09/18/akurasi-dalam-berita-aligator-gar-589480.html . disana ada kasus bagaimana sok tahu bisa membunuh kredibilitas seorang Jurnalis. 

semoga tulisan ini bisa jadi pelajaran buat kita semua.

No comments: