Monday, September 8, 2008

PTC ALIAS PIECE TO CAMERA :

bukan cuma tampang keren dan Jaim.


Wikipedia bilang: A piece to camera is when the presenter of a television show or a character in a film speaks directly to the viewing audience through the camera. Jadi kapanpun, dalam posisi apapun, saat seorang reporter, presenter atau bintang film berbicara secara langsung ke kamera (yang dianggap sebagai penonton) maka sebutannya adalah Piece To Camera.

Seringkali dalam dunia jurnalistik TV, Piece to Camera ini dianggap sama dan sebangun dengan istilah Stand Up yang sering digunakan oleh para broadcaster eropa untuk pelaporan langsung oleh si reporter. Saya sendiri lebih memilih istilah Piece to Camera, karena menurut saya, PTC tidak harus dilakukan dengan berdiri tegap dan resmi menghadap ke kamera. Menurut saya PTC bahkan tak harus dilakukan berdiri. Istilah Stand Up jadi terkesan membatasi nilai PTC, buat saya.

PTC ada beberapa macam, ada yang didepan (PTC opening), ditengah (PTC Bridging) dan dibelakang (PTC Closing). Masing-masing punya fungsi sendiri.

PTC Opening biasanya terletak di bagian depan cerita, sifatnya mengantarkan berita itu sekaligus membuat teaser agar audience terus ingin menonton berita yang diantarkan. Biasanya isinya adalah ringkasan dari inti keseluruhan berita, atau teaser yang mengambil kutipan paling menarik dari berita yang akan disajikan.

PTC bridging biasanya ditengah-tengah cerita. Fungsinya untuk menyambung antara dua bagian berita atau pergantian topic atau lokasi berita (misalnya dalam berita wrap up)
Bridging juga bisa diisi data-data menarik yang tidak ada gambarnya tapi penting. Data-data ini biasanya dipilih yang sekaligus menjadi teaser.

PTC closing adalah yang paling umum dilakukan. Letaknya diakhir berita dan Isinya biasanya pendapat, sindiran, kesimpulan atau pertanyaan tentang yang selanjutnya akan terjadi (what next).

Setelah tahu jenis-jenis PTC, reporter diharapkan bisa memilih PTC yang sesuai untuk memperkuat beritanya. Jenis PTC harus direncanakan sebelum dibuat dan harus dibuat terintegrasi dengan keseluruhan paket. Perhatikan waktu liputan dan sekuennya. Jangan sampai paket liputan dibuat siang hari, tapi PTC bridgingnya langitnya sudah gelap.

Kita sudah sama-sama tahu apa maksudnya PTC, tapi sebenarnya apa sih gunanya? Memang nggak semua berita pantas dan bisa pakai PTC, jadi kita harus tau juga apa aja fungsi PTC. Biar tahu kapan harus bikin dan kapan nggak perlu buat PTC. Saya pernah diajari tentang fungsi PTC oleh beberapa guru saya, diantaranya adalah:


  1. Menjelaskan sesuatu yang tak bisa digambarkan pada pemirsa. Misalnya menjelaskan situasi di tempat pembuangan sampah akhir, dalam PTC bisa disampaikan masalah bau dan kelembaban daerah itu (yang sulit ditampilkan dalam gambar). Atau bagaimana rasanya saat menjalani sebuah terapi, sakit kah? Atau malah nyaman?. Intinya adalah melengkapi sebuah peristiwa dengan informasi yang tidak bisa didapatkan gambarnya.
  2. Menunjukkan usaha yang telah dilakukan oleh tim liputan. PTC itu menunjukkan sejauh mana sang presenter berusaha memperoleh informasi bagi masyarakat dan kendala apa yang membuat mereka tak mendapat info itu. Misalnya PTC didepan gedung pengadilan tentang sidang sebuah kasus yang ternyata tertutup untuk pers.. atau PTC setelah sebuah proses wawancara doorstop, dimana sumber yang diwawancara dilindungi puluhan bodyguard dan tidak mau di stop; sang reporter bisa melakukan PTC segera setelah gagal mewawancara. Menunjukkan bahwa dia sudah berusaha keras tapi gagal mendapat komentar.
  3. Sebagai penyambung antar bagian. Biasanya ada saja sebuah cerita yang terdiri dari beberapa bagian terpisah, baik terpisah waktu (pagi dan malam), terpisah lokasi dan jarak, terpisah fokus bahasan dll. Dalam hal ini PTC dari reporter atau presenter akan menjadi penyambung (bridging) untuk membuat sebuah cerita utuh dalam konteksnya.
  4. PTC adalah tempat sang reporter atau presenter untuk menyampaikan pendapat pribadi atau konklusi thd sebuah berita. Dengan memunculkan diri reporter atau presenter dapat memberi penekanan bagi kesimpulannya. Selain memperkuat berita, PTC itu juga memperkuat image sang reporter atau presenter. Banyak orang yang beranggapan bahwa berita itu harus obyektif (berdasar fakta saja) dan tidak boleh berisi subyektifitas sang peliput. Kenyataannya setiap hari para praktisi menulis berita dari sudut pandang dan persepsinya masing-masing, dan karenanya berita selalu mengandung (sedikit atau banyak) subyektivitas. Saya sendiri setuju dengan Kovach dan Rosenstiel yang menggarisbawahi bahwa subyektifitas selalu terjadi, yang harus dilakukan seorang reporter adalah menguranginya sesedikit mungkin. Bukan hanya mengakui, Kovach dan Rosenstiel bahkan mencantumkan hak menyampaikan subyektivitas atau pendapat sang reporter dalam dasar-dasar jurnalistik menurut mereka[1]. Poin itu adalah: Its practitioners must be allowed to exercise their personal conscience . tentunya penyampaian pendapat itu dilakukan denganb bertanggunjawab. PTC adalah salah satu caranya
  5. PTC juga bisa digunakan untuk menambah daya tarik sebuah berita. Misalnya berita banjir akan lebih dramatis dan menarik bagi audience jika sang reporter PTC berendam didalamnya. Karena fungsi ini, maka PTC juga sering dijadikan arena unjuk gigi dan menambah kredibilitas (dibaca: popularitas) sang reporter atau Presenter.

Jadi intinya PTC adalah hak sang reporter untuk menaikan citra dirinya[2]. Tapi hati-hati, PTC yang bagus memang memberikan nilai tambah bagi sang reporter/ presenter, tapi PTC yang buruk juga bisa berakibat fatal bagi mereka. Seringkali bukannya tampak cerdas, PTC justru membuat reporter terlihat bodoh dan aneh. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencegah hal tersebut terjadi. Diantaranya ada dibawah ini:

Jangan cuma berdiri diam. Seringkali pemula atau bahkan reporter profesional melakukan PTC dengan standar stand up kuno. Berdiri tegak, kaku, senyum dipaksakan dan jaim abisss. Apa serunya kalau Cuma berdiri, kalau lebih dari 20 detik pasti ngebosenin banget. Bikin tampilanmu lebih seru dong. Lakukan sesuatu… lakukan kegiatan…Bikin PTC mu seru, nggak terduga dan bikin orang terus ingat… lebih bagus lagi lakukan PTC sebagai partisipan.

Riset Dulu. Kelihatan tampan atau cantik dan rapi bukan satu-satunya cara membentuk image. Lihat TV asing deh.. presenter seniornya kadang terlalu tua, reporter lapangannya tampangnya biasa banget, tapi mereka kelihatan credible dan pas dengan apa yang diomongin. Gimana caranya biar keliatan credible? Ya pastinya harus ngerti betul yang diomongin. Belajar dulu kek, Riset dulu kek.. mendingan berangkat liputan dengan perut kosong daripada kepala kosong. Jangan sampai PTC Cuma ngapalin kalimat pendek yang sekedarnya. Jangan ngomong sesuatu yang kamu nggak tahu apa-apa. Jangan sampai PTC malah keliatan bodo…

Jangan salah kostum. Cari tahu dulu sebelum liputan, apa jenis liputannya. Kalau nggak tahu sebaiknya pakai pakaian yang netral. Jaim bukan dengan selalu tampil rapi bersih dan wangi (eh wangi nggak muncul deng di layar TV..). yang lebih tepat adalah menyesuaikan diri dengan konteks dan situasi. Salah satu yang paling penting adalah pakaian. Kalau dalam sebuah berita tentang peresmian sebuah pusat kebugaran baru, tentunya tampang keringetan habis olahraga dengan sepatu kets dan training suit lebih cocok daripada high heels dan gaun.

Jangan sok tahu dan berusaha kerja sendiri. Seperti semua hal di televisi, PTC pun harus dilakukan dengan kerjasama yang baik. Biarpun sang reporter cantik, pintar dan sangat menguasai masalah, tetap aja dia bisa keliatan bodoh kalau tidak ada kerjasama dengan campers nya. Misalnya sang reporter udah pasang senyum manis dan gaya sejuta, tapi sang campers malah pakai gaya panning dulu ke arah lain. Atau sang reporter cerita tentang pemandangan indah di sekelilingnya, tapi sang campers malah bikin framing ekstra close up dengan background blurr. Nasehatnya: jadi reporter jangan pintar sendiri. Ngobrol dong ngobrol.. kasih tahu rencanamu pada sang campers dan ngobrol gimana mencapai impact terbaik. Kalau semua bagus, yang untung kan reporter juga…


Udah deh…
Good luck selamat nyoba PTC.

didit





[1] Baca: The Elements of Journalism Revised by Bill Kovach & Tom Rosensteil , 2001
[2] Seorang jurnalis transtv, Ardina yunita kartika, (yang sekarang produser di trans7) melukiskan PTC sebagai berikut: “PTC memang jadi ciri di stasiun TV tempat saya bekerja dulu, TRANSTV.. setiap anak baru wajib PTC di setiap liputan..mau liputan apa aja harus ada PTC-nya,meskipun belum tentu juga ditayangkan..tapi memang alasannya jelas..dengan PTC, tiap reporter akan dibiasakan dengan kamera,jadi kalo ada peristiwa besar yang mengharuskan siaran langsung, tiap reporter tidak kaget lagi.. PTC juga akan menjadi ajang para bos untuk melihat siapa saja yang bisa menjadi pembaca berita atau presenter..dan buat para reporter..semakin sering nongol di TV berarti juga promosi gratis.. kalau bagus, tentunya banyak stasiun TV lain yang tertarik membajaknya..”

No comments: